Judul : Biar Susah Sungguh!
Penulis : Fredy Sebho
Tahun Terbit : Januari 2022
Ketebalan : 188 hlm
Ukuran : 120 mm X 190 mm
ISBN : 978-623-6724-20-0
Buku ini bukan sebuah autobiografi. Sebab, menulis autobiografi, amatlah enteng bagi saya tergoda untuk melakukan kesalahan rangkap. Di satu sisi, saya bisa terlalu bombastik untuk menulis kisah yang sebetulnya tidak terjadi, sehingga dengan itu orang mudah mempercayainya sebagai kebenaran. Atau, menjiplak pengalaman orang lain lalu seakan[1]akan hal itu adalah pengalaman saya. Saya tidak mau tergelincir dalam kesalahan katakonik macam ini. Di sisi lain, saya bisa membuat semacam didonai logon, kata-kata indah tentang diri sendiri, agar orang mengagung-agungkan saya. Bicara banyak tentang diri sendiri dapat juga menjadi cara lain untuk menutup diri. Saya tidak ingin menjadi “idolatria” bagi orang lain.
Judul tulisan ini «Biar Susah Sungguh!». Sepintas asosiasinya ke keluh. Atau, sederet bunyi yang metaforik, yang memberi kesan sebuah sikap pasrah tak berdaya setelah sebuah ikhtiar yang gagal. Bisa dibilang, tulisan ini adalah sebuah «introspektra». Semacam pengamatan, penghayatan atau entah apa namanya, terhadap «sejenis model hidup» yang barangkali tidak dianggap lazim oleh orang lain. Yang jelas, menekuni hidup seperti ini, dilatih untuk bukan hanya sekadar pandai saja, melainkan juga cendekia. Dengan kata lain, tulisan ini juga dibuat berdasarkan pengetahuan dan intelektualitas saya sebagai imam, bukan sekadar menulisnya dengan haru-biru perasaan belaka. Meski demikian, ini bukan sejenis traktat kuliah dengan maknanya dipatok tanpa memberikan pikiran lain dari pembaca. Tulisan ini bisa dinamai sebagai sebuah catatan harian pribadi setelah menekuni belasan tahun perjalanan imamat. Di sini, saya adalah pelaku utama yang menyusun kisah, sebab saya menguasai betul jalannya «suasana patogen», emosi, pun pengalaman pathos secara utuh dalam mengakrabi model hidup macam ini. Semuanya ini mengalir tenang tanpa berisik, terkadang menderu penuh deru tapi dalam hening. Terkadang pula bergerak tanpa lelah meski jeda dan istirahat sejenak. Segala yang ditulis dalam buku ini, pertama-tama adalah tentang segala hal yang berkenaan dengan kehidupan seorang imam.
Sudah banyak peluh terkuras selama perjalanan imamat. Penulisan «introspektra» ini memang direncanakan untuk «mendaur ulang» energi yang mulai menipis bersama peluh yang meluruh. Makanya, saya berusaha ada metafor yang plastis dan sugestif di dalamnya. Sekiranya tidak, tulisan ini akan menjadi «omongan» yang datar, kehilangan kepelikan artinya, dan malah sebuah omong kosong belaka. Kata-kata dalam tulisan ini dipungut begitu saja dari kehidupan harian, lalu diolah menjadi kata «khas saya» karena dilepeti oleh jarak-jarak estetika sehingga tidak kedengaran kasar atau terlalu biasa.
Ada semacam «kriptomnesia» dalam tulisan ini, sebuah kekuatan untuk mengingat kembali kenangan masa lalu yang sudah terlupakan, teristimewa perbuatan tangan Tuhan yang maha ajaib dalam diri saya. Juga, saya berusaha sekuat mampu menyusun daya ingat kreatif, yang dengan leluasa «membarui» peristiwa masa lampau untuk menjadi aktual pada masa kini, agar perjalanan yang menantang tapi mengasyikkan ini saya belajar terus dengan bersikap «semadyanya» terhadap semua saya, entah budaya, atau entah apa saja. Saya ulangi, dengan «introspektra» ini, saya menulis apa saja yang berkaitan dengan kehidupan imam, tanpa merasa diri jadi hakim yang suci bagi imam yang lain, dengan vonis yang niscaya benar.
Ingat saja ini, dalam kamar yang sempit, dengan hasrat yang terkadang brutal, «introspektra» ini ditulis…