Penulis : Frans Obon
Ukuran Buku : 15 cm x 23 cm
Ketebalan buku : xxx + 324 halaman
ISBN : 978-623-6724-32-3
Harga : –
Gerakan kemandirian telah lama menjadi prioritas Reksa Pastoral Gereja Katolik di Flores. Pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat sudah berlangsung lama dan menjadi bagian dari pewartaan iman kekristenan di Flores. Ketika tahun 1970-an gerakan koperasi kredit masuk ke Flores dengan mengusung konsep “menolong diri sendiri” maka hal ini sejalan dengan gagasan kemandirian sosial ekonomi umat.
Buku Kopdit Kembang Memberdayakan Akar Rumput berbicara tentang koperasi kredit yang lahir dari sebuah Komunitas Umat Basis (KUB) Gereja Katolik, lalu berkembang menjadi lembaga ekonomi mikro yang anggotanya berasal dari berbagai latar belakang sosial ekonomi, agama, dan suku.
Bagaimana kita dapat memahami pertumbuhan dan perkembangan Kopdit Kembang yang sedemikian mantap ini?
Pertama, kita mulai dengan konteks yang lebih luas tentang Reksa Pastoral Gereja Keuskupan Agung Ende (KAE) mengenai Komunitas Umat Basis. Reksa pastoral Gereja KAE memberi perhatian pada soal kemandirian Gereja dalam tiga bidang yakni bidang iman, tenaga pastoral dan finansial. Tri Prioritas KAE merupakan kristalisasi dari arah dan strategi pastoral Gereja sejak awal. Kemandirian finansial tidak dapat dimengerti hanya dalam konteks kemandirian finansial dalam kehidupan internal Gereja, tetapi dalam konteks yang lebih luas cakupannya yakni kemandirian ekonomi umat. Gereja mendorong agar kehidupan Gereja tidak terlalu bergantung pada bantuan-bantuan dari luar melainkan mencukupi dirinya sendiri dari dalam kekuatan Gereja lokal. Demikian pula halnya dengan kehidupan umat yakni mendorong kemandirian ekonomi dengan swadaya dan kekuatan sendiri. Membangun kemandirian ekonomi harus dilakukan dalam semangat cinta kasih Kristen. Cinta kasih Kristen menjadi kriteria dan tolok ukur keterlibatan Gereja di bidang sosial ekonomi. Di atas landasan cinta kasih itu dibangun solidaritas yang merangkul semua orang tanpa memandang perbedaan latarbelakang agama, sosial, ekonomi dan suku.
Kedua, Musyawarah Pastoral (Muspas) I (1987), Muspas II (1988), Muspas III (1994) dan Muspas IV (2000) hingga Muspas VIII (2021) memberi perhatian pada tenaga pastoral yang berkualitas. Berangkat dari pemahaman kehidupan menggereja secara baru yakni gereja sebagai umat Allah, dirumuskan arah pastoral yang mendorong lahirnya kepemimpinan yang suportif dan partisipatif di KUB.
Ketiga, pola kepemimpinan suportif dan partisipatif yang menjadi prioritas Muspas memiliki daya gugah dan daya efektif yang kuat dalam kehidupan KUB. Muncul tokoh-tokoh awam yang memiliki inisiatif dan komitmen untuk membangun kemandirian ekonomi di kalangan umat. Empat orang penggagas dan pendiri Kopdit Kembang yakni Nikolaus Jaga, Hyronimus Roka, Kornelis Bei dan Yohanes Jiu, adalah tokoh-tokoh awam yang memiliki komitmen dan kepedulian terhadap kondisi kehidupan keluarga-keluarga di KUB. Ketiga, persekutuan Gereja perlu menjadi suatu persekutuan dengan gaya hidup alternatif, suatu persekutuan yang menawarkan gaya hidup yang merupakan tanda lawan terhadap budaya zaman yang bertentangan dengan nilai-nilai Injili. Gereja menjadi Gereja pemerdekaan dan pemberdayaan, gereja yang menjadi saksi dan gereja yang senantiasa memperjuangkan dan memberdayakan kaum kecil. Basis dari medan perjuangan tersebut adalah KUB.
Keempat, perjuangan dan pemberdayaan kaum kecil harus dilakukan di atas nilai[1]nilai cinta kasih kristiani dan dalam semangat solidaritas. Dimensi solidaritas dari pemberdayaan itu tidak boleh bersifat eksklusif, tertutup dan terbatas ke dalam anggota gereja melainkan meluas jauh merangkul semua orang dari berbagai latarbelakang agama, suku, sosial dan ekonomi. Karakter ini sangat terlihat dalam gerakan koperasi kredit di mana anggotanya bersifat terbuka bagi semua orang. Inisiatif yang lahir dari kehidupan KUB itu makin meluas dan menjangkau semua orang. Ciri-ciri demikian terlihat dalam karakter dialogal Kopdit Kembang mulai dari keanggotaannya hingga level kepengurusannya.
Kelima, manajemen yang profesional. Sejak tahun 2008 diputuskan adanya pemisahan wewenang antara pengurus dan manajemen. Keputusan tersebut mengandung makna strategis dalam pengelolaan koperasi. Pengurus dan Manajer adalah tokoh-tokoh berpengalaman dan memiliki kapasitas dalam pengelolaan koperasi. Keputusan strategis tersebut berimbas pada pengembangan SDM karyawan.
Keenam, kehadiran Kopdit Kembang sungguh dirasakan oleh anggota. Tidak terbilang banyaknya anggota sudah terbantu dalam mengatasi kesulitan sosial ekonominya. Bahkan sudah muncul anggota-anggota yang mulai merintis usaha bisnis dengan sumber modal dari koperasi.
Lima bab dalam buku ini mengikuti struktur dan kerangka konseptual sebagaimana diuraikan di atas. Bab 1 membahas tentang Gereja Katolik dan Gerakan Koperasi Kredit untuk memperlihatkan bahwa Koperasi Kredit tidak terlepas dari Reksa Pastoral Gereja KAE. Kopdit Kembang lahir dari KUB merupakan konsekuensi tidak terelakkan dari pemberdayaan KUB sebagai lokus pemberdayaan ekonomi umat. Bab 2 mengetengahkan sejarah berdirinya Kopdit Kembang. Lahir dari inisiatif empat tokoh, lalu bertumbuh dan berkembang. Bab 3 berbicara tentang sosok para pendiri, pengurus dan karyawan. Mereka adalah tokoh di balik kesuksesan Kopdit Kembang sehingga bisa bertahan dan bertumbuh. Bab 4 menyajikan para pelaku usaha. Bab ini menyajikan pengalaman pelaku usaha dan diharapkan menjadi proses saling belajar di antara anggota. Dalam bab 5 penulis menarik kesimpulan dari sejarah perjalanan Kopdit Kembang. Buku ini dibuka dengan prolog lalu ditutup dengan epilog.
Mengapa Buku ini penting?
Pertama, transformasi KUB menjadi menjadi wadah pemberdayaan sosial ekonomi. Sejarah pendirian dan pembentukan Kopdit Kembang merupakan kisah tentang KUB menanggapi arah dan strategi pastoral Gereja yang mendorong agar KUB menjadi lokus dan fokus pemberdayaan sosial ekonomi umat. Penghayatan Gereja sebagai persekutuan umat Allah di KUB tidak saja hanya sebagai kelompok doa, tempat melakukan katekese dan merayakan ekaristi, dan refleksi bersama Kitab Suci tetapi menjadikan KUB sebagai lokus pemberdayaan sosial umat. KUB memelopori pemberdayaan ekonomi umat dan masyarakatnya.
Kedua, Kopdit Kembang adalah wadah baru dan berdaya jangkau luas keluar. Pengalaman Koperasi Kredit Kembang memperlihatkan bahwa pemberdayaan sosial ekonomi dengan KUB sebagai motor penggeraknya perlahan-lahan merangkul KUB-KUB lainnya untuk bergabung dalam wadah baru yang bernama Kopdit Kembang. Sesuai dengan prinsip keanggotaan koperasi yang terbuka, maka Kopdit Kembang menerima anggota dari berbagai latarbelakang sosial ekonomi dan agama. Prinsip terbuka tersebut sejalan dengan reksa pastoral Gereja KAE agar orang-orang Kristen membangun basis-basis pemberdayaan sosial ekonomi lintas batas sehingga KUB-KUB tidak menjadi kelompok yang eksklusif melainkan bersifat inklusif. Karena KUB-KUB hidup di tengah masyarakat yang majemuk maka solidaritas yang dibangun dalam koperasi adalah solidaritas yang terbuka dan merangkul semua orang. Koperasi.
Kredit Kembang konsisten menjalankan prinsip berdaya jangkau luas keluar baik dalam hal keanggotaan maupun kepengurusan. Dengan demikian pemberdayaan sosial ekonomi melalui Kopdit Kembang memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi semua orang. Melalui Kopdit Kembang, dialog yang sedang dibangun adalah dialog kehidupan. Solidaritas lintas batas lahir dari “tekad yang teguh dan tegar hendak mengabdikan diri seseorang kepada kebaikan bersama” yakni kebaikan sekalian orang dan setiap individu dan dengan itu “kita semua sungguh-sungguh bertanggung jawab atas semua.”
Ketiga, Kepemimpinan yang suportif. Salah satu bentuk dari arah, strategi dan fokus pemberdayaan umat di komunitas basis adalah memberdayakan awam untuk menjadi pemimpin di KUB-KUB atau dalam bahasa Muspas pembinaan fungsionaris pastoral. Dengan kata lain jika Gereja sebagai komunio maka reksa pastoral KAE harus memberi perhatian pada pembentukan dan pembinaan pemimpin-pemimpin KUB. Dengan demikian gereja dengan wajah baru sebagai persekutuan umat Allah tidak lagi berwajah institusi yang kaku bersifat klerikal melainkan sebuah persekutuan yang hidup dan dinamis. Hal ini mengharuskan reksa pastoral Gereja memberi perhatian pada pembinaan dan kaderisasi fungsionaris pastoral yang tidak lain adalah pemimpin-pemimpin komunitas basis. Empat orang tokoh yang memprakarsai pendirian Kopdit Kembang adalah pemimpin-pemimpin awam yang lahir dalam komunitas basis yang punya kepedulian dan keprihatinan terhadap situasi sosial ekonomi umat.
Konteks arah dan strategi pastoral Gereja sebagai komunitas basis membangun kerja sama yang erat antara imam dan awam. Hubungan awam dan hierarki adalah seperti dua sayap yang saling mengandaikan dan merupakan kondisi yang tak terelakkan. Gereja dengan wajah baru sebagai persekutuan umat Allah menegaskan lagi bahwa setiap umat Allah memiliki karisma yang perlu didorong untuk mengabdi pada kepentingan bersama. Peranan penting dari empat tokoh dalam pendirian Kopdit Kembang adalah bagian dari karisma yang diabdikan untuk kepentingan dan kebaikan umum.
Faktor kepemimpinan adalah salah satu kunci keberhasilan dari gerakan koperasi kredit. Tokoh-tokoh pengurus dan Manajer dalam Kopdit Kembang selama 25 tahun adalah pribadi-pribadi yang punya visi dan komitmen untuk memajukan koperasi. Mereka adalah tokoh-tokoh pemrakarsa, perintis, pendiri, dan berpengalaman dalam berbagai bidang organisasi kemasyarakatan dan latarbelakang pendidikan yang bagus dalam mengurus dan mengelola koperasi.
Dengan latarbelakang demikian, para pengurus dan manajemen mampu membaca perkembangan zaman dan melakukan transformasi yang berdampak jauh ke depan. Keputusan yang mereka ambil mampu menjawabi perubahan dan perkembangan internal dan eksternal.