Judul : MELAKUKAN TEOLOGI di Abad Plural
Tahun : Maret 2015
Penulis : Silvester Ule
Harga : Rp. 80.000
Tebal : xxviii + 425 hlm.
Ukuran : 140 mm x 210 mm
Kertas isi : HVS 60 gr
Kertas Cover : Ivory 230gr, doft laminating
ISBN : 978-602-1161-04-0
Keseluruhan tulisan ini adalah perkenalan umum terhadap ”metode” Lonergan dalam teologi. Pada bab pertama, penulis berusaha memberi pengantar tentang situasi dunia dengan pelbagai tantangannya yang kompleks pada pelbagai level: kognitif, eksistensial dan spiritual. Dalam situasi yang kompleks ini, maka yang dibutuhkan kiranya bukanlah teknik atau resep siap pakai tertentu yang tinggal diterapkan. Yang dipentingkan adalah pembentukan pribadi otentik, yang siap menghadapi pelbagai perubahan dan kejutan yang terjadi dalam persoalan dunia yang plural di masa ini.
Karenanya, sesudah memaparkan riwayat singkat Lonergan pada bab 2, penulis berusaha memaparkan “metode” Lonergan pada bab 3: di mana “metode” dipahami bukan sebagai teknik tertentu, melainkan merupakan latihan pembentukan pribadi berdasarkan pola normatif dasariah dengan persepsi transendentalnya yang khas: “Pekalah” (Be attentive), “Cerdaslah” (Be intelligent), “Rasionallah” (Be reasonable), “Bertanggungjawablah” (Be responsible), “Kasihilah” (Be in love)”. Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai pentingnya menyadari batas horison, pentingnya pertobatan dan konversi dalam pengetahuan dan hidup religius, atau pentingnya perubahan pelbagai asumsi-asumsi dasar menuju niat baik untuk mencari otentisitas hidup dan tindakan.
Lalu, bagaimana “metode” tersebut diterapkan pada bidang kategorial teologi yang sudah lebih dahulu ada dan berkembang? Pada bab 4, penulis berusaha memaparkan pandangan Lonergan mengenai penerapan “metode” pada bidang teologis yang sudah dikenal, seperti riset, hermeneutika, dogma, sejarah Gereja, dan sebagainya. Yang ditekankan ialah bagaimana seorang spesialis bidang, hermeneutika misalnya, bekerja dalam bidangnya sebagai sebuah ungkapan dari spiritualitasnya (atau sebagai ekspresi dari otentisitasnya), bukannya bekerja dalam menara gading prosedur keilmuannya tanpa keyakinan atau tanpa merasa punya hubungan dengan iman yang konkret atau bidang ilmu yang lain. Karenanya, Lonergan menamakan “metode” sebagai “metode dalam (bidang-bidang) teologi”, bukan “metode teologi”. Lonergan tidak bermaksud menawarkan suatu aliran teologis tertentu, melainkan bermaksud mengubah teologi sebagai aliran-aliran yang sering dianggap berbeda, menjadi satu satu kesatuan yang saling berhubungan dengan fungsi yang berbeda, sekaligus sarana menuju spiritualitas yang berkanjang.
Akhirnya pada bab 5, penulis berusaha memaparkan bagaimana “metode” tersebut mempunyai kemungkinan dikembangkan dalam pelbagai persoalan teologis. Pertanyaan-pertanyaan yang coba dijawab dalam bagian ini adalah pertanyaan dan soal-soal teologis konkrit yang sering ditanyakan dalam teologi, dengan pelbagai asumsi yang melatarinya. Inti “metode” Lonergan kiranya bukan terutama menjawab soal teknis tertentu, melainkan berusaha mengubah asumsi-asumsi dasar dalam pluralitas persoalan teologis di masa ini, dengan tujuan bahwa berdasarkan asumsi-asumsi dasar tersebut dalam dialog atau upaya melakukan teologi di tengah dunia yang plural, “semua orang dengan niat baik yang sama dapat berjumpa”. Lonergan tidak berbicara secara khusus tentang dialog, namun karakter “metode” bersifat dialogis, atau ia tidak berbicara tentang pluralitas, namun pada hemat saya “metode” mempunyai karakter dasar yang peka dengan dunia yang plural.